Minggu, 17 September 2017

Museum Fatahillah


Sebelumnya saya telah menceritakan salah satu transportasi yang saya gunakan untuk menembus kemacetan di Ibukota Jakarta menuju Museum Fatahillah. Transportasi tersebut biasa kita sebut dengan istilah “Busway” atau “Transjakarta”. Selanjutnya saya akan menceritakan sedikit mengenai sejarah Museum Fatahillah.

Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta. Museum Sejarah Jakarta sendiri adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No.1, Jakarta Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi. Museum ini banyak sekali dikunjungi oleh berbagai wisatawan mancanegara. Bukan hanya wisatawan mancanegara saja, tapi disana juga banyak sekali wisatawan Indonesia yang datang berkunjung untuk berlibur bersama dengan sanak saudaranya. Oleh karena itu, Museum Fatahillah ini sudah tak asing lagi bila terdengar ditelinga setiap orang.

Museum Fatahillah memiliki bangunan yang amat-amat bersejarah, yaitu pada awal mulanya, balai kota pertama di Batavia dibangun pada tahun 1620 ditepi timur Kali Besar. Bangunan ini hanya bertahan selama enam tahun sebelum akhirnya dibongkar demi menghadapi serangan dari pasukan Sultan Agung pada tahun 1626. Sebagai penggantinya, dibangunlah kembali balai kota tersebut atas perintah Gubernur-Jenderal Joan Van Hoorn ditahun 1627.

Balai kota Batavia juga mempunyai ruang tahanan yang pada masa VOC dijadikan penjara utama di kota Batavia. Sebuah bangunan bertingkat satu pernah berdiri di belakang balai kota sebagai penjara. Penjara tersebut dikhususkan kepada para tahanan yang mampu membiayai kamar tahanan mereka sendiri. Namun berbeda dengan penjara yang berada di bawah gedung utama. Penjara ini hampir tidak ada ventilasi dan minimnya cahaya penerangan hingga akhirnya banyak tahanan meninggal karena menderita kolera, tifus dan kekurangan oksigen. Penjara dibalai kota pun ditutup pada tahun 1846 dan dipindahkan ke sebelah timur Molenviley Oost. Beberapa tahanan yang menempati penjara balai kota adalah bekas Gubernur Jenderal di Sri Lanka Vuyst, Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro.

Seperti umumnya di Eropa, balai kota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan Stadhuisplein. Menurut sebuah lukisan yang dibuat oleh Johannes Rach, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya  sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju Stadhuiplein. Tetapi air mancur tersebut hilang pada abad ke-19. Pada tahun 1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur ditengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu “Taman Fatahillah” untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jayakarta. Bangunan Museum fatahillah ini menyerupai Istana Dam di Asterdam, yang terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.

Pada sejarah museum fatahillah berdasarkan pembentukannya hingga bisa kita kunjungi sampai sekarang ini, menyimpan sisa penjajahan didalamnya. Museum Fatahillah terbentuk menjadi dua lantai dengan ruang bawah tanah yang berisikan banyak peninggalan bersejarah, yaitu:
  1. Lantai bawah
    Berisikan peninggalan VOC seperti patung, keramik-keramik barang kerajinan seperti prasasti, gerabah, dan penemuan batuan yang ditemukan para arkeolog. Selain itu terdapat pula peninggalan kerajinan asli Betawi (Batavia) seperti dapur khas Batavia tempo dulu.
  2. Lantai Dua
    Terdapat perabotan peninggalan para bangsa Belanda mulai dari tempat tidur dan lukisan-lukisan lengkap dengan jendela besar yang menghadap alun-alun. Konon, jendela besar inilah yang digunakan untuk melihat hukuman mati para tahanan yang dilakukan ditengah alun-alun.
  3. Ruang Bawah Tanah yang tidak kalah penting pada bangunan ini adalah, penjara bawah tanah para tahanan yang melawan pemerintah Belanda. Terdiri dari 5 ruangan sempit dan pengap dengan bandul besi sebagai belenggu kaki para tahanan.

Transportasi Umum


Pada hari jumat kemarin, saya bersama teman saya, yaitu Vania Vidi Joice datang mengunjungi Museum Fatahillah yang berada di kota Jakarta. Kami kesana menggunakan transportasi umum yang sudah tak asing lagi di Kota Jakarta. Angkutan tersebut sangatlah nyaman, murah dan sangat-sangat terawat sekali. Pasti kalian semua sudah mengenal Transjakarta bukan?, Transjakarta atau sering kita panggil dengan sebutan “Busway” merupakan sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Selatan yang beroperasi sejak 2004 di Jakarta. Sistem ini didesain berdasarkan sistem Trans Milenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Transjakarta dirancang sebagai moda transportasi massal pendukung aktivitas Ibukota yang sangat padat. Transjakarta merupakan sistem BRT dengan jalur lintasan terpanjang di dunia (208 km), serta memiliki 242 stasiun BRT (sebelumnya disebut halte) yang tersebar dalam 13 koridor (jalur), yang awalnya beroperasi dari 05.00 – 22.00 WIB, dan kini beroperasi selama 24 jam di sebagian koridornya.

Transjakarta dioperasikan oleh PT Transportasi Jakarta. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam operasional Transjakarta (Pramudi, petugas bus, petugas stasiun BRT, dan petugas kebersihan) sekitar 6.000 orang. Jumlah rata-rata harian pengguna Transjakarta diprediksikan sekitar 350.000 orang. Sedangkan pada tahun 2012, jumlah pengguna Transjakarta mencapai 109.983.609 orang.

Pada tahun 2011, sistem ini mencapai kinerja puncak tahunan dengan bus membawa 113,7 juta penumpang dan kemudian pada tahun-tahun berikutnya jumlahnya menurun dan pada tahun 2014, bus membawa 111,6 juta penumpang, sementara pada tahun 2015 melayani 102,95 juta penumpang. Pada 2016, rekor baru 123,73 juta penumpang tercapai. Biaya ongkosnya tetap Rp3.500 per penumpang sejak awal beroperasi.

Ini adalah salah satu contoh kartu Busway yang saya pakai untuk mengunjungi Museum Fatahillah:

Ini adalah foto Busway yang saya naiki untuk menuju Museum Fatahillah:



Transjakarta memiliki sistem BRT terpanjang didunia (203,9 km) panjangnya pada tahun 2017, dengan 13 koridor utama dan 10 rute lintas koridor. Tiga koridor lagi dijadwalkan dimulai pada tahun 2014 atau 2015 dan sebagian akan meningkat. Selain itu ada 18 rute pengumpan yang terus melewati akhir busway eksklusif ke kota-kota disekitar Jakarta dan menggunakan bus khusus yang memungkinkan untuk naik ditingkat dasar atau platform stasiun Transjakarta. Transjakarta memiliki total 80 rute (koridor, lintas Route & feeder route) pada akhir 2016. Peningkatan yang signifikan dari 41 rute ditahun 2015. Sementara transjakarta mengontrak 1.056 bus pada tahun 2016 dan juga meningkat secara signifikan dari 605 bus pada tahun 2015. Transjakarta memiliki lebih dari 1,500 bus dalam tiga bulan pertama 2017 dan menargetkan memiliki 3.000 bus pada akhir tahun.


Itu adalah sedikit cerita dari saya mengenai salah satu transportasi umum yang berada di kota Jakarta yang pernah saya gunakan untuk menembus kemacetan ibukota Jakarta dari kampus saya menuju ke Museum Fatahillah. Dalam postingan selanjutnya, saya akan melanjutkan cerita mengenai perjalanan saya di Museum Fatahillah bersama salah satu teman saya.