Minggu, 20 Desember 2015

Semangkuk Mie Ayam dan Kenangan Didalamnya

Panasnya matahari mengundang haus dan lapar, aku segera beranjak menuju pangkalan mie ayam milik Pak Kiwil. Disana ramai sekali, banyak orang yang mengantri untuk memesan mie ayam. Memang dari sekian penjual mie ayam, hanya mie ayam Pak Kiwillah yang paling enak. Entah mengapa,rasanya ingin sekali memakan mie ayam itu terus-menerus.
Kebetulan Pak Kiwil memiliki anak laki-laki yang sangat tampan. Banyak sekali wanita yang mengejar-ngejarnya. Bahkan banyak sekali anak-anak SMA didekat daerah situ rela membeli mie ayam hanya karna ingin melihat  dan bertemu dengan Bagas, anak Pak Kiwil. Namun Bagas sangatlah dingin kepada perempuan. Dinginnya sikap Bagas kepada perempuan melebihi dinginnya es batu didalam kulkas. Hahahahaha

Bagas mulai menghampiriku dengan membawa serbet dilehernya. "Kelihatannya ia sangat kelelahan", pikirku dalam hati.

"Maaf mau pesan apa?", tiba-tiba Bagas membangunkanku dari lamunan ini.

Sangat terkejut diri ini melihat Bagas dari dekat. Pantas saja teman-temanku sering membicarakannya, ternyata dia sangatlah tampan. Iya dia tampan, sangat tampan. Jangankan gadis remaja sepertiku ini, mungkin ibu-ibu dan nenek-nenekpun sangat menyukai ketampanannya, pikiran ini selalu dipenuhi oleh Bagas.


"Iya, saya pesan  mie ayam 1, pedas, pakai saos, jangan pakai bawang goreng, dan jangan pakai toge ataupun sayuran yang lainnya ya."



"Baiklah, tunggu sebentar ya.."


Bagas meninggalkan meja makanku dengan senyuman yang manis. "Subhanallah.. kau telah menciptakan makhluk sangatlah sempurna", hati ini terus mengagumi ketampanan Bagas.
Setengah jam aku menunggu, tetapi semangkuk mie ayam itu belum juga datang. Suara cacing-cacing diperut sangatlah berisik. Mungkin, jika suara mereka bisa terdengar oleh manusia, betapa malunya aku ini. Perutku sangat kelaparan. Kulihat Bagas dari jauh sedang berjalan dengan membawa semangkuk mie ayam menuju kearahku. Deg-deg serr rasanya hati ini. Jantung ini rasanya ingin berlari kencang dan berkata "GANTENG PARAH". Hahahaha..
Ada-ada saja aku ini. Seperti orang gila saja.

Hari telah berlalu. Seperti biasa malam ini aku disibukkan dengan tugas sekolahku. Banyak sekali peralatan yang belum aku beli dari toko buku. Sungguh.. aku lupa dengam semua itu. Aku baru saja mengingatnya, ketika salah satu temanku menanyakan peralatan apa saja yang akan dibeli untuk besok. "Astaga... ceroboh sekali aku ini. Bisa-bisa aku dimarahi oleh guru itu jika aku tidak membawanya besok".

Ku gas kencang sepeda motoku melewati pangkalan mie ayam Pak Kiwil. Terlihat jelas disana Bagas sedang membawa-bawa mangkuk kotor. Sesampainya ditoko buku, aku segera membeli semua kebutuhan yang akan dibawa besok dan kembali pulang setelah urusan semua itu selesai.

Hampir 1 minggu aku kenal dengan Bagas. Dia anak yang baik, dia juga anak yang pintar. Betapa sempurnanya dia? Sudah tampan, baik, soleh, pintar lagi. Sepertinya aku menyukai Bagas sama seperti gadis-gadis SMA itu. Betapa banyaknya sainganku untuk mendapatkannya? Sungguh dia itu sudah mengalir dinapasku.

Seperti biasa, sepulang sekolah aku mampir ke pangkalan mie ayam milik Ayahnya Bagas. Disana aku berbincang-bincang dengannya. "kami sangat cocok. Aku nyaman dengannya", lagi-lagi hatiku berbicara. Cuaca mendung membawakan suasana romantis untuk kami berdua. Tak lama hujan lebat turun membasahi pangkalan mie ayam itu. Cipratan-cipratan air hujan mengenai tangan dan kakiku. Tangan Bagas mengusap basahnya cipratan itu ditanganku. Betapa gemetarannya tubuh ini. Seakan semua benda didekat meja makan dan sekelilingnya menjadi saksi untuk kami berdua. "Sungguh, aku telah jatuh hati denganmu Gas..", Mulutku ini memanglah nakal, aku telah mengucapkan itu semua dengannya. Suasana romantis berubah menjadi hancur. Bagas pergi meninggalkanku sendirian dimeja makan itu. "Pasti dia marah denganku, akibat ucapanku tadi", pikirku sangat kesal.

Beberapa hari aku tidak melihat Bagas lagi dipangkalan mie ayam milik Ayahnya itu. Setiap aku kesana, banyak sekali orang yang menanyakan keberadaan Bagas. Namun ayah Bagas hanya menjawab, "Bagas sudah pulang kampung. Dia sudah tinggal bersama ibunya disana". Betapa sakitnya hati ini mendengarnya. "Andai saja aku tidak berbicara seperti itu, mungkin Bagas tidak akan pulang kekampungnya. Bodoh sekali aku ini." Banyak sekali penyesalan-penyesalan yang aku rasakan ini. Sungguh aku tidaklah mengerti dengan semuanya.

Liburan sekolah datang. Dengan sengaja aku pergi ke pangkalan mie ayam Pak Kiwil untuk membeli mie ayam. Ternyata disana terdapat Bagas bersama Wanita cantik memakai gaun putih. Tak sengaja aku mendengar bahwa Bagas berkata dengan ayahnya, jika dia akan melamar gadis itu untuknya. Langkahan kakiku tiba-tiba berhenti. Detak jantungku tiba-tiba terhenti. Napasku tiba-tiba sangatlah sesak. Sekarang aku mengerti, mengapa dia waktu itu pergi meninggalkanku. Ternyata dia sudah memiliki seorang wanita. Aku yang salah. Aku salah, mengapa aku menyukai orang dengan mudahnya. Sampai-sampai aku lupa akan diriku sendiri. Sekarang lihatlah, dia tertawa bahagia dengan gadis itu. Dan aku? Aku disini menangis melihat mereka tertawa..

Sampai saat ini aku masih saja melihat bayangan Bagas ketika aku memakan mie ayam. Bayangan Bagas sangatlah menghantuiku. Aku semakin cinta dengannya. Tetapi dia tidaklah mencintaiku. Dia mencintai gadis lain dan dia juga telah hidup bahagia dengan gadis itu. Tetapi aku disini masih saja mengaharapkan dan memikirkan dia. Bayang-bayangnya sungguh membuatku lelah. Tidak bisa dipungkiri lagi, aku sangat-sangat menyukainya....

Love Bagas :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar